23 March, 2014

Karya Wisata ke Yogyakarta

Segala Puji hanya milik Allah sehingga saya dapat menjumpai semua sahabat,semoga tetap sehat dan aktivitas lancar ya,postingan kali ini merupakan REVIEW BLOG yang saya unduh dari BungaMatahari.net yang merupakan website saya yang bertajuk di jalur Pendidikan Anak Usia Dini.ehm jadi teringat mbak Ami dan mas Aryadevi.

Karya wisata yang memiliki lokasi tujuan yakni Taman Sari,Malioboro dan Monjali,nah berikut pengalaman saya.
Kali ini saya akan bercerita,dimana cerita tersebut merupakan cerita dari perjalanan dan pengalaman saya sewaktu mengikuti Karya Wisata ke Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Forum Pos Paud se Kecamatan Tembalang kota Semarang.

TAMAN SARI ELOK DAN ASRI

Berawal dari kota wisata Taman Sari yang beralamatkan di Jl. Taman, Kraton, Yogyakarta 55133, Indonesia

Gemericik air, keindahan arsitekturnya yang kuno, dan pemandangan yang menakjubkan membuat Taman Sari sangat mempesona. Lorong-lorong dan bangunannya menjadikan Taman Sari penuh rahasia yang akan terus dikuak.

Tidak salah jika TAMAN SARI merupakan Istana Air Penuh Keindahan dan Rahasia.

Masa setelah Perjanjian Giyanti, Pangeran Mangkubumi membangun keraton sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton di tengah sumbu imajiner yang membentang di antara Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis. Titik yang menjadi acuan pembangunan keraton adalah sebuah umbul (mata air). Untuk menghormati jasa istri-istri Sultan karena telah membantu selama masa peperangan, beliau memerintahkan Demak Tegis seorang arsitek berkebangsaan Portugis dan Bupati Madiun sebagai mandor untuk membangun sebuah istana di umbul yang terletak 500 meter selatan keraton. Istana yang dikelilingisegaran (danau buatan) dengan wewangian dari bunga-bunga yang sengaja ditanam di pulau buatan di sekitarnya itu sekarang dikenal dengan nama Taman Sari.

"Dari atas Gapura Panggung ini Sultan biasa menyaksikan tari-tarian di bawah sana. Bangunan-bangunan di sampingnya merupakan tempat para penabuh dan di tengah-tengah biasa didirikan panggung tempat para penari menunjukkan kepiawaian dan keluwesan mereka," terang seorang pemandu ketika saya memasuki Taman Sari. Dari Gapura Panggung, pemandu membawa saya masuk ke area yang dulunya hanya diperbolehkan untuk Sultan dan keluarganya, kolam pemandian Taman Sari. Gemericik air langsung menyapa. Airnya yang jernih berpadu apik dengan tembok-tembok krem gagah yang mengitarinya. Kolam pemandian di area ini dibagi menjadi tiga yaitu Umbul Kawitan (kolam untuk putra-putri Raja), Umbul Pamuncar (kolam untuk para selir), dan Umbul Panguras (kolam untuk Raja).
Sebuah periuk tempat istri-istri Sultan bercermin masih utuh berdiri ketika saya memasuki menara tempat pribadi Sultan. Ornamen yang menghiasi periuk memberi kesan glamor terhadap benda yang terletak di samping lemari pakaian Sultan tersebut. Bisa dibayangkan, 200 tahun lalu seorang wanita cantik menunggu air di periuk ini hingga tenang lalu dia menundukkan kepalanya, memperbaiki riasan dan sanggulnya, memperindah raganya sembari bercermin. Selain periuk dan kamar pribadi Sultan, di menara yang terdiri dari tiga tingkat ini ada tangga dari kayu jati yang masih utuh terawat sehingga memberi kesan antik bagi siapa pun yang melihatnya. Naik ke tingkat paling atas, pantulan mentari dari kolam di bawahnya dan seluruh area Taman Sari terlihat dengan jelas. Mungkin dahulu Sultan juga menikmati pemandangan dari atas sini, pemandangan Taman Sari yang masih lengkap dengan danau buatannya dan bunga-bunga yang semerbak mewangi.
Masjid bawah tanah di lorong Taman Sari

Selepas menikmati pemandangan dari atas menara, pemandu lalu membawa saya menuju Gapura Agung, tempat kedatangan kereta kencana yang biasa dinaiki Sultan dan keluarganya. Gapura yang dominan dengan ornamen bunga dan sayap burung ini menjadi pintu masuk bagi keluarga Sultan yang hendak memasuki Taman Sari. Pesanggrahan tepat di selatan Taman Sari menjadi tujuan berikutnya. Sebelum berperang, Sultan akan bersemedi di tempat ini. Suasana senyap dan hening langsung terasa ketika saya masuk. Di sini, Sultan pastilah memikirkan berbagai cara negosiasi dan strategi perang supaya kedaulatan Keraton Yogyakarta tetap terjaga. Areal ini juga menjadi tempat penyimpanan senjata-senjata, baju perang, dan tempat penyucian keris-keris jaman dahulu. Pelatarannya biasa digunakan para prajurit berlatih pedang.

Saya pun berpisah dengan pemandu di depan Gapura Agung. Namun, ini bukan berarti perjalanan terhenti karena masih ada beberapa tempat yang harus disinggahi seperti Sumur Gumuling dan Gedung Kenongo. Untuk menuju tempat tersebut, Anda harus melewati Tajug, lorong yang menghubungkan Taman Sari dengan keraton dan juga Pulo Kenongo. Lorong bawah tanah yang lebar ini memang untuk berjaga-jaga apabila keraton dalam keadaan genting. Ruang rahasia banyak tersembunyi di tempat ini. Keluar dari Tajug, Anda akan melihat bekas dari Pulo Kenongo yang dulunya banyak ditumbuhi bunga kenanga yang menyedapkan Taman Sari. Saya pun menuju Sumur Gumuling, masjid bawah tanah tempat peribadatan raja dan keluarga. Bangunan dua tingkat yang didesain memiliki sisi akustik yang baik. Jadi, pada zaman dahulu, ketika imam mempimpin shalat, suara imam dapat terdengar dengan baik ke segala penjuru. Sekarang pun, hal itu masih dapat dirasakan. Suara percakapan dari orang-orang yang ada jauh dari kita terasa seperti mereka sedang berada di samping kita. Selain itu, Untuk menuju ke pusat masjid ini, lagi-lagi harus melewati lorong-lorong yang gelap. Sesampainya di tengah masjid yang berupa tempat berbentuk persegi dengan 5 anak tangga di sekelilingnya, keagungan semakin terasa. Ketika menengadahkan kepala terlihat langit biru. Suara burung yang terdengar dari permukiman penduduk di area Taman Sari semakin menambah tenteram suasana.

Persinggahan terakhir adalah Gedung Kenongo. Gedung yang dulunya digunakan sebagai tempat raja bersantap ini merupakan gedung tertinggi se-Taman Sari. Di tempat ini Anda dapat menikmati golden sunset yang mempesona. Keseluruhan Taman Sari pun bisa dilihat dari sini, seperti Masjid Soko Guru di sebelah timur dan ventilasi-ventilasi dari Tajug. Puas dengan kesegaran air dari Taman Sari, langit akan menyapa. Pemandangan yang indah sekaligus mempesona ditawarkan Taman Sari. Pesona air yang apik berpadu dengan tembok-tembok bergaya campuran Eropa, Hindu, Jawa, dan China menjadi nilai yang membuat Taman Sari tak akan terlupakan.

WISATA BELANJA DI MALIOBORO
Melihat Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talkdari "mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan permata hingga peralatan rumah tangga. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.

Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu "Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat membekas di hati.

Malioboro adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap benak orang yang pernah menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.

Keterangan: Karnaval dan acara yang berlangsung di Kawasan Malioboro biasanya bersifat insidental dengan waktu pelaksanaan yang tidak menentu. Namun ada beberapa kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap tahun seperti Jogja Java Carnival yang selalu dilaksanakan tiap bulan Oktober, Festival Kesenian Yogyakarta pada bulan Juni hingga Juli, serta Pekan Kebudayaan Tionghoa yang dilaksanakan berdekatan dengan perayaan tahun baru China (Imlek).

MONJALI 
TAMAN PELANGI DI MALAM HARI

Monumen Jogja Kembali, teletak di Jl. Lingkar Utara, Yogyakarta 55581, Indonesia

  Dari taman ini kita bisa melihat pelangi bahkan di malam hari. Lampion aneka bentuk dan warna memanjakan mata. Bermacam-macam wahana permainan juga tersedia.

Kata orang kita harus menunggu hujan untuk bisa melihat pelangi, dan itu pun hanya di siang hari. Tapi di taman ini kita tak perlu menunggu hujan apalagi matahari, karena pelangi di sini akan terus ada setiap hari bahkan setelah mentari terbenam. Ya, pelangi ini memang bukan pelangi biasa karena diwujudkan dalam bentuk lampion.

Taman Pelangi, begitulah nama untuk taman yang ada di pelataran Monumen Jogja Kembali ini. Didesain mengelilingi taman, bermacam bentuk dan warna lampion menghiasi pelataran. Ada dua sisi pintu masuk, barat dan timur. Saya sarankan masuklah melalui pintu timur karena dari situ kita akan langsung disambut lampion besar berbentuk pelangi yang sekaligus menjadi pintu gerbang menuju negeri lampion.
Memasuki taman, kita akan melewati sebuah rute yang dipenuhi lampion aneka bentuk dan warna mulai dari flora, fauna, tokoh-tokoh kartun Jepang dan Disney, bahkan wajah-wajah para pemimpin republik ini, yang juga terbuat dari lampion. Penataannya pun bervariasi, ada yang seperti ditanam di dalam tanah, menempel di dinding, bergantungan, atau berbaris seperti prajurit berjajar rapi.

Sambil menikmati malam yang penuh warna, kita juga bisa mencoba bemacam wahana mulai dari trampolin, becak mini, perahu dayung, bola air, speed boat, bom bom car, dan lain sebagainya. Dilihat dari atas, komplek Monumen Jogja Kembali ini tampak seperti mandala dengan 4 bagian kolam yang mengelilinginya. Nah, di kolam-kolam inilah kita bisa menikmati wahana air yang tersedia. Ingin yang lebih menegangkan? Masuk saja ke Puri Hantu. Entah apa di dalamnya karena kami tak cukup nyali untuk memasukinya. Bila malas berkeliling jalan kaki, tersedia juga kereta safari yang akan mengantar kita menjelajah seluruh rute hingga akhir.

Taman Pelangi Monjali boleh dibilang tempat rekreasi yang cukup lengkap. Selain menawarkan romantisme malam bertabur lampion warna-warni dan bermacam wahana permainan, di sini juga ada food court yang bisa menjadi tempat melepas lelah sambil mengisi perut. Nah, bingung mau berwisata malam yang menyenangkan di Jogja? Ke Taman Pelangi saja…

Demikian semoga menjadi inspirasi dalam berwisata tidak harus yang jauh apalagi ke luar negeri,mari kita cintai budaya kita.Semoga bermanfaat dan terima kasih.


related Article:

1365 Was Commented to “Karya Wisata ke Yogyakarta”

«Oldest   ‹Older   1601 – 1365 of 1365   Newer›   Newest»
«Oldest ‹Older   1601 – 1365 of 1365   Newer› Newest»

Post a Comment

Terima kasih atas komentar Anda/Thanxs for Ur Comments/
感谢您的评论 dan please dont SPAM yach...

 

Dhana Arsega/戴安娜 Copyright © 2011 --Edit and Converted by Dhana Arcamo